About Me

My photo
Hidup tak akan berarti kalau bukan diri sendiri yang membuatnya berarti

Saturday, August 16, 2014

(RePost) FF Sands Chronicle / Sands Glass / Sunadokei Ch 2

Daigo’s POV

                “Daigo! Ada telpon untuk mu!” salah satu teman ku meneriaki ku. Aku pun segera menghentikan pekerjaan ku,mengajar,  dan ke kantor untuk menerima telpon itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba perasaan ku menjadi tak enak.
                “Halo,” sahut ku ketika mengangkat telpon.
                “Dimana Ann?” Tanya orang disebrang sana. Ann? Nama itu sudah lama tak ku dengar. Apa kabarnya ya? Tanya ku dalam hati.
                “Halo Daigo?” sahut orang itu yang langsung membuyarkan lamunan ku.
                “Hah? Iya iya. Ini saya. Ini siapa ya?” Tanya ku kepada orang itu.
                “Ini ayahnya Ann. Kamu lihat Ann tidak? Atau kamu sedang besama Ann?” Tanya ayah Ann (lagi).
                Ann? Kenapa ayahnya menanyakan ia kepada ku? Padahal kita sudah bertahun-tahun tak bertemu.
                “Tidak, Ann tidak bersama saya. Kenapa bapak menanyakannya kepada saya?”
                “Ann… menghilang Daigo! Ann hilang!”
                Ann? Hilang? Hey tanggal berapa ini? Sepertinya bukan april mop.
                “Mungkin dia ke kantor atau pergi bareng temannya. Dia kan sudah bukan anak kecil lagi,” jawab ku dengan setengah tidak yakin. Ketakutan tiba-tiba datang tanpa bisa ku halau.
                “Tidak mungkin. Tadi pagi Ann pamit pergi ke kantor dan seharusnya jam segini dia sudah pulang. Saya sudah telpon ke kantornya tapi ternyata kata teman-teman kantornya ia tidak masuk kantor dari pagi.”
                “Mungkin jalan dengan teman lamanya?”
                “Saya sudah telpon kesemua temannya dan tak ada satu pun yang hari ini melihat dia. Dan… dan… yang saya takutkan Ann berbuat sesuatu yang bisa mencelakakan dirinya sendiri…”
                “Tunggu dulu… Apa alasan Ann melakukan itu? Itu tak mungkin,”
                “Itu mungkin saja. Karena… karena sekarang Ann sedang mengalami masa sulit. Hiks,” suara ayah Ann yang mulai bergetar menambah ketakutan ku.
                “Masa sulit? Maksudnya apa?”
                “Memangnya kamu tidak tahu? Kalau Ann gagal menikah kemarin? Pacarnya memutuskannya secara sepihak. Dan saya takut hal ini membuat Ann nekat,”
                DUKK!!
                Aku jatuh terduduk mendengar berita itu. Telepon itu pun ikut jatuh dari genggaman ku. Kepala ku serasa kosong.
                Apa? Ann gagal menikah? Dan dia… menghilang?
                “Halo, halo…. Daigo?” suara ayahnya Ann membuyarkan lamunan ku.
                “ Iya,pak. Saya akan mencoba membantu mencari Ann,”
                “Terima kasih ya Daigo,”
                Selesai telpon itu ditutup, secepat kilat aku berlari keluar. Ku hiraukan teman-teman kerja ku yang heran dan bertanya mau kemana aku. Yang terpenting adalah sekarang aku pergi ke stasiun terdekat. Dan tanpa tahu tujuan, aku pergi pantai okoyama. aku tak tahu mengapa, tetapi feeling ku berkata Ann ada disana.
                Aku menaiki taksi kosong yang dapat kutemui pertama kali.
                “Mau kemana kita pak?” Tanya supir taksi itu.
                “Pantai okayama!”
                Diperjalanan, hatiku tak tenang. Aku takut sesuatu yang buruk telah terjadi. Yah, aku tahu kalau aku seharusnya tidak bernegative thinking. Tapi tetap saja, walau Ann terlihat kuat diluar tetapi sebenarnya hatinya lemah. Jadi bisa saja Ann melakukan hal yang bisa mencelakakan dirinya sendiri. Dan, itu terbukti……..
                Sesampainya disana, aku melihat mimpi buruk, sangat amat buruk. Aku melihat tubuh Ann tergeletak di pinggir pantai. Aku pun segera menghampirinya, diikuti sang supir taksi. Saat kudekati Ann, aku lihat dia tergeletak basah kuyup dan pergelangan tangannya berlumuran darah. Aku terdiam shock tak bergerak.
                “Uh… UWAAAH!! “ Teriak sang supir saat melihat Ann berlumuran darah.
                “Hei, nak!! Ngapain kamu?! Cepat bantu!” suruh sang supir taksi membuyarkan lamunan ku.
                “Ah… Baik,” jawabku sambil membantu membawa Ann kedalam mobil. Aku pun masih tidak sadar apa yang telah terjadi. Sepertinya hanya tubuh ku yang bergerak memapah Ann tapi tidak dengan jiwaku.
                “Lebih ke atas! Lukanya!! Harus diletakkan lebih atas dari jauntung!!” suruh pak supir kepadaku yang sedang memegangi pergelangan tangan Ann. Aku pun refleks melakukan apa yang disuruh sang supir ditengah-tengah ke tidaksadaran ku.
                “Yak, benar! Tunggu ya, aku ngebut!” sang supir menambah kelajuan mobilnya.
                Aku hanya bias terdiam memandangi Ann yang makin lama makin lemah. Aku bingung apa yang sebenarnya terjadi. Aku masih berandai-andai sosok  yang aku peluk adalah Ann yang sedang tertidur lelap dipelukanku.
                Sesampainya di rumah sakit, aku langsung membawa dia ke UGD. Dengan linglung aku mengabarkan kepada keluarganya kalau Ann sedang berada di rumah sakit di Okayama. Saat aku sedang berdiri termenung mencerna apa yang sebenarnya terjadi, tiba-tiba neneknya Ann datang menghampiri ku dan berkata “Bagaimana Ann…!?”
                “Maaf bu, harap sabar. Keadaan pasien sangat kritis. Selain luka yang cukup dalam mengenai nadi di pergelangan tangannya, paru-parunya terisi cairan akibat pasien tenggelam di laut. Untung saja nak daigo membawa pasein cepat kesini. Kalau saja telat semenit, mungkin nyawa pasien tidak akan selamat” ujar sang suster.
                Semua shock mendengarnya, tak terkecuali aku. Saat melihat baju dan tanganku berlumuran darah Ann, sedikit demi sedikit aku mulai mengadari apa yang telah terjadi. Dengan sekuat tenaga aku pun pergi ke toilet untuk membersihkannya. Tapi berulang kali kucuci pun, darah yang menempel rasanya tidak akan hilang oleh air.
                Tess… sebutir demi sebutir cairan bening mengalir di pipiku. Semakin lama semakin deras tak tertahankan. Hiks hiks hiks. Aku pun jatuh tertunduk mengingat kenyataan pahit ini. Ann? Kritis? Tidak! Ini tidak mungkin terjadi! Ini pasti mimpi! Ayo daigo! Bangun! Ku geleng-gelengkan kepala.
                “TIDAK! Ann kamu tidak boleh meninggal! Kamu harus hidup, Ann!” tangis ku bertambah kencang.  Saat tersadar, aku tidak tahu berapa lama aku menangis. Dengan secepat kilat aku mencuci muka dan berlari ke kamar Ann. Kakiku terasa lemas saat melihat keluarga Ann menangis di depar kamar Ann. Dengan perlahan kudekati mereka. Chii-chan yang pertama kali melihatku langsung memeluk ku erat.
                Dengan terbata-bata aku bertanya “A.. Ann. Ba… bagaimana? Dia baik-baik saja ka…n?” yang dijawab dengan gelengan kepala oleh chii-chan.
                “Daigo, Ann… koma,” peryataan dari ayah Ann membuatku jatuh terduduk lagi. Pikiran ku langsung terasa kosong. Lalu sang dokter memanggil kami semua datang keruangannya.
                “Saya mohon kalian sabar dan membantu Ann. Seperti yang kalian tahu kalau Ann mengalami koma. Dan kita tidak tahu kapan ia bangun atau yang terburuk ia bisa…”
                Sebelum dokter menyelesaikan pembicaraannya, dengan sisa-sisa kekuatan aku membentak “Bisa apa?! MATI??! Dokter gimana sih?! Kau kan dokter! Pasti dokter bisa menyembuhkan Ann!!”
                “Nak daigo, kami dokter bukanlah Tuhan. Apalagi kondisi Ann yang cukup parah. Nadinya hampir terputus! Dan yang lebih parahnya paru-paru Ann yang terisi air yang membuat ia kesulitan bernafas. Apalagi kemauan Ann untuk bertahan hidup sangatlah kurang. Yang membuat ia koma karena ia tak punya kemauan untuk berjuang.” Jelas sang dokter yang membuat kami shock.
                “Ja… jadi kita harus bagaimana dok?” tanyaku.
                “Kita hanya bisa berdoa dan memberi semangat agar Ann mau berusaha untuk bangun dari komanya. Kalau ia terus koma, kami takut Ann tidak bisa bertahan mengingat kondisi paru-parunya yang sangat lemah dan tubuhnya yang semakin lama semakin kekurangan cairan karena tubuhnya menolak apa yang mau masuk ke tubuhnya,” setelah keluar dari ruang dokter, kami pergi menuju kamar Ann. Sosok Ann saat itu membuatku diam terpaku. Ku lihat ia diam tak bergerak dengan wajah pucat pasi dan alat bantu pernapasan yang amat besar. Tak tahu sudah berapa lama aku berdiri diambang pintu, tiba-tiba chii-chan menarik ku mendekati Ann.

                Tanpa sadar, tangan ku membelai lembut wajahnya. Kenangan-kenangan indah ku bersama Ann seketika itu bermunculan seperti klise foto yang begitu jelas tetapi amat menyakitkan. Aku amat sangat rindu saat aku menyentuh wajahnya, memeluk tubuhnya dan menggandeng tangannya.

(RePost) FF Sands Chronicle / Sands Glass / Sunadokei Ch 1

Ann’s POV

Kereta yang akan membawa ku ke kantor telah tiba. Saat aku bergerak ingin menaikinya, tiba-tiba saja kepala ku terasa sangat pusing dan akhirnya aku terhuyung kebelakang. Dan kereta ku yang seharusnya membawa ku ke kantor telah pergi tanpa aku didalam sana. Bingung. Itulah reaksi pertama ku. Aku bingung harus melakukan apa. Pikiranku menjadi gelap. Aku tak lagi ingin pergi ke kantor. Yang aku tahu sekarang, aku tak punya tujuan. Tiba-tiba ada kereta berhenti di depanku. Tanpa pikir panjang aku menaiki kereta tersebut. Lalu aku mencari tempat duduk dan menghempaskan pantat ku disana. Aku Cuma ingin tidur, tanpa pernah terbangun lagi. Aku harap semua kejadian buruk ini hanyalah mimpi. Aku harap setelah terbangun, akan ada daigo disampingku yang akan selalu menggenggam tangan ku atau setidaknya pacar ku itu tak jadi memutuskan pernikahannya dengan ku hanya gara-gara hal sepele, tak mau diceramahin dengan kata-kata mantan pacarku. Tapi, aku tahu ini semua kenyataan dan bukan mimpi. Ingin sekali rasanya aku tenggelam.
Saat aku membuka mata, ada seorang ibu yang memandang ku. Ibu itu memandang ku dengan tatapan aneh, mengiba. Pelan-pelan ia mendekatiku dan berkata “ Ada apa nak? Sepertinya kau sedang ada banyak masalah? Ayo bersemangatlah!” Setelah mengatakan itu, sang ibu pergi ke gerbong lain.
Huh? Semangat?
Apa bisa?
Aku merasa… Lelah?
Capek?
Hanya kata-kata itu yang ada dipikiran ku sekarang. Aku tak tahu harus kemana lagi. Tak ada tujuan yang jelas. Tak ada lagi yang harus kupertahan kan di dunia ini. Jadi, buat apa aku harus berusaha? Kenyataan itu membuatku tersenyum puas. Ya! Buat apa aku harus berusaha. Buat apa aku mendengarkan kata ibu itu untuk tetap bersemangat. Bersemangat? Bersemangat untuk apa? Hidup ku telah hancur dan tak berguna lagi. Hahaha! Ya! Aku sekarang sangat yakin kalau aku tak perlu lagi berusaha! Sudah sepatutnya aku menyerah! Mama saja menyerah dengan mudahnya, padahal ia punya aku yang bisa dipertahankan.
Aku capek! Aku rasa aku sudah berada dikubang kegelapan. Ingin rasanya aku tenggelam dan kuharap tak ada yang akan menarik ku lagi. Dan saat aku tersadar dari lamunan ku. Ternyata kereta ini membawaku ke Okayama. Dan sekarang aku tahu harus kemana. Aku pun berjalan menuju pintu keluar, menunggu kereta ini berhenti. Setelah berhenti aku menaiki taksi yang kulihat pertama kali dan berkata “Pak tolong antar ke pantai okayama,”
Diperjalanan aku kembali melamun. Dan merasakan betapa senangnya nanti bila aku melakukan hal ini. Aku tidak akan merasa capek lagi! Aku akan bebas!
Sesampainya di pantai, aku memberikan uang melebihi argonya. Kupikir, toh tidak ada gunanya lagi uang itu. Dan tiba-tiba aku merasa pemikiran itu sangatlah benar dan aku tersenyum puas. Setelah taksi itu pergi, aku pun mendekati pantai itu. Memandang gelung ombak yang bersemangat memperlihatkan betapa kuatnya ia. Aku tertawa menyeringai dan berkata,
“Hahaha. Hei ombak! Tidakkah kamu merasa capek? Setiap hari, jam, menit, bahkan detik kau selalu bersemangat membuat ombak yang besar! Dulu memang ombakmu sangat menyenangkan kami, para manusia, tapi sekarang! Lihatlah tak ada orang yang datang kesini! Semua berbondong-bondong meninggalkan mu! Mereka sudah sibuk dengan diri mereka masing-masing tanpa ingat padamu! Tapi mengapa engkau masih saja berusaha?! Hah!”
Percuma. Teriakan ku hanya dijawab dengan deburan keras ombak itu. Hahaha. Aku tertawa getir. Aku pun meneruskan perjalanan ku mengitari  pantai okayama.
“Aduh!” teriak ku. Kulihat ke bawah. Ternyata kaki ku terkena beling-beling yang berserakan. Darah mengalir keluar dikakiku.
Darah.
Merah.
Entah  setan apa yang tiba-tiba mengampiriku. Ku raih pecahan beling itu dan ku goreskan ke pergelangan tangan ku dengan amat dalam. “Aww!!” Teriakku ketika merasakan sakit yang amat sangat. Tapi rasa sakit itu kini menyenangkan karena aku tahu ini adalah terakhir kalinya aku merasakan sakit.
Dengan darah yang mengalir dari pergelangan tangan ku, aku menuju gelungan ombak yang sepertinya memanggilku untuk menemaninya. Rasa ingin tenggelam ku semakin kuat seiring senti demi senti aku menuju ke tengah laut. Dan kesadaran ku pun berangsung-angsur mulai menghilang.
Selamat Tinggal semuanya……
Aku sangat yakin dengan keputusan yang kubuat ini tapi tiba-tiba suatu benda dari saku jaketku berkhianat keluar muncul di permukaan laut. Ya! Itu adalah jam pasir pemberian daigo waktu kami berumur 14 tahun. Di kesadaran ku yang tinggal setengah, kenangan-kenangan datang menghampiri ku. Saat mama pergi meninggalkan ku untuk selama-lamanya, saat daigo dengan lembut memperlakukan ku selayaknya seorang wanita, saat ayah menikah lagi, dan saat pacarku memutuskan pernikahannya dengan ku. Semua berputar-putar di otak ku. Dan satu hal yang menyadarkan ku kalau ini semua salah. Saat nenek menyalahkan dirinya atas kematian mama dan aku bilang kalau aku anak yang kuat seperti nenek.
Aku yang tersadar kalau perbuatanku itu salah dan aku langsung berusaha berenang menuju pantai. Tapi sia-sia saja, walau sudah sampai pantai, kesadaran ku sudah mulai terenggut dan tergantikan dengan kegelapan. Aku hanya berharap mereka semua tak ada yang menemukan ku dan akhirnya melupakan ku dengan cepat seiring dengan berjalannya waktu. Nenek, ayah, shika, fuji, dan…. Daigo mudah-mudahan mereka tak akan menangisi kepergian ku. Dan kegelapan mulai menghampiriku dan akhinya aku tak sadarkan diri.

Selamat tinggal semua. Terima kasih untuk semuanya. Maafin Ann yang menyerah dengan mudahnya.