About Me

My photo
Hidup tak akan berarti kalau bukan diri sendiri yang membuatnya berarti

Thursday, October 13, 2011

Sand's Chronicle chapter 2

Chapter 2 


Selamat Tinggal semuanya……

Aku sangat yakin dengan keputusan yang kubuat ini tapi tiba-tiba suatu benda dari saku jaketku berkhianat keluar muncul di permukaan laut. Ya! Itu adalah jam pasir pemberian daigo waktu kami berumur 14 tahun. Di kesadaran ku yang tinggal setengah, kenangan-kenangan datang menghampiri ku. Saat mama pergi meninggalkan ku untuk selama-lamanya, saat daigo dengan lembut memperlakukan ku selayaknya seorang wanita, saat ayah menikah lagi, dan saat pacarku memutuskan pernikahannya dengan ku. Semua berputar-putar di otak ku. Dan satu hal yang menyadarkan ku kalau ini semua salah. Saat nenek menyalahkan dirinya atas kematian mama dan aku bilang kalau aku anak yang kuat seperti nenek.

Aku yang tersadar kalau perbuatanku itu salah dan aku langsung berusaha berenang menuju pantai. Tapi sia-sia saja, walau sudah sampai pantai, kesadaran ku sudah mulai terenggut dan tergantikan dengan kegelapan. Aku hanya berharap mereka semua tak ada yang menemukan ku dan akhirnya melupakan ku dengan cepat seiring dengan berjalannya waktu. Nenek, ayah, shika, fuji, dan…. Daigo mudah-mudahan mereka tak akan menangisi kepergian ku. Dan kegelapan mulai menghampiriku dan akhinya aku tak sadarkan diri.

Selamat tinggal semua. Terima kasih untuk semuanya. Maafin Ann yang menyerah dengan mudahnya.
Daigo’s POV



                “Daigo! Ada telpon untuk mu!” salah satu teman ku meneriaki ku. Aku pun segera menghentikan pekerjaan ku,mengajar,  dan ke kantor untuk menerima telpon itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba perasaan ku menjadi tak enak.

                “Halo,” sahut ku ketika mengangkat telpon.

                “Dimana Ann?” Tanya orang disebrang sana. Ann? Nama itu sudah lama tak ku dengar. Apa kabarnya ya? Tanya ku dalam hati.

                “Halo Daigo?” sahut orang itu yang langsung membuyarkan lamunan ku.

                “Hah? Iya iya. Ini saya. Ini siapa ya?” Tanya ku kepada orang itu.

                “Ini ayahnya Ann. Kamu lihat Ann tidak? Atau kamu sedang besama Ann?” Tanya ayah Ann (lagi).

                Ann? Kenapa ayahnya menanyakan ia kepada ku? Padahal kita sudah bertahun-tahun tak bertemu.

                “Tidak, Ann tidak bersama saya. Kenapa bapak menanyakannya kepada saya?”

                “Ann… menghilang Daigo! Ann hilang!”

                Ann? Hilang? Hey tanggal berapa ini? Sepertinya bukan april mop.

                “Mungkin dia ke kantor atau pergi bareng temannya. Dia kan sudah bukan anak kecil lagi,” jawab ku dengan setengah tidak yakin. Ketakutan tiba-tiba datang tanpa bisa ku halau.

                “Tidak mungkin. Tadi pagi Ann pamit pergi ke kantor dan seharusnya jam segini dia sudah pulang. Saya sudah telpon ke kantornya tapi ternyata kata teman-teman kantornya ia tidak masuk kantor dari pagi.”

                “Mungkin jalan dengan teman lamanya?”

                “Saya sudah telpon kesemua temannya dan tak ada satu pun yang hari ini melihat dia. Dan… dan… yang saya takutkan Ann berbuat sesuatu yang bisa mencelakakan dirinya sendiri…”

                “Tunggu dulu… Apa alasan Ann melakukan itu? Itu tak mungkin,”

                “Itu mungkin saja. Karena… karena sekarang Ann sedang mengalami masa sulit. Hiks,” suara ayah Ann yang mulai bergetar menambah ketakutan ku.

                “Masa sulit? Maksudnya apa?”

                “Memangnya kamu tidak tahu? Kalau Ann gagal menikah kemarin? Pacarnya memutuskannya secara sepihak. Dan saya takut hal ini membuat Ann nekat,”

                DUKK!!

                Aku jatuh terduduk mendengar berita itu. Telepon itu pun ikut jatuh dari genggaman ku. Kepala ku serasa kosong.

                Apa? Ann gagal menikah? Dan dia… menghilang?

                “Halo, halo…. Daigo?” suara ayahnya Ann membuyarkan lamunan ku.

                “ Iya,pak. Saya akan mencoba membantu mencari Ann,”

                “Terima kasih ya Daigo,”

                Selesai telpon itu ditutup, secepat kilat aku berlari keluar. Ku hiraukan teman-teman kerja ku yang heran dan bertanya mau kemana aku. Yang terpenting adalah sekarang aku pergi ke stasiun terdekat. Dan tanpa tahu tujuan, aku pergi pantai okoyama. aku tak tahu mengapa, tetapi feeling ku berkata Ann ada disana.

                Aku menaiki taksi kosong yang dapat kutemui pertama kali.

                “Mau kemana kita pak?” Tanya supir taksi itu.

                “Pantai okayama!”
                Diperjalanan, hatiku tak tenang. Aku takut sesuatu yang buruk telah terjadi. Yah, aku tahu kalau aku seharusnya tidak bernegative thinking. Tapi tetap saja, walau Ann terlihat kuat diluar tetapi sebenarnya hatinya lemah. Jadi bisa saja Ann melakukan hal yang bisa mencelakakan dinrinya sendiri.