Daigo’s POV
“Daigo!
Ada telpon untuk mu!” salah satu teman ku meneriaki ku. Aku pun segera
menghentikan pekerjaan ku,mengajar, dan
ke kantor untuk menerima telpon itu. Tapi entah kenapa tiba-tiba perasaan ku
menjadi tak enak.
“Halo,”
sahut ku ketika mengangkat telpon.
“Dimana
Ann?” Tanya orang disebrang sana. Ann?
Nama itu sudah lama tak ku dengar. Apa kabarnya ya? Tanya ku dalam hati.
“Halo
Daigo?” sahut orang itu yang langsung membuyarkan lamunan ku.
“Hah?
Iya iya. Ini saya. Ini siapa ya?” Tanya ku kepada orang itu.
“Ini
ayahnya Ann. Kamu lihat Ann tidak? Atau kamu sedang besama Ann?” Tanya ayah Ann
(lagi).
Ann? Kenapa ayahnya menanyakan ia kepada ku?
Padahal kita sudah bertahun-tahun tak bertemu.
“Tidak,
Ann tidak bersama saya. Kenapa bapak menanyakannya kepada saya?”
“Ann…
menghilang Daigo! Ann hilang!”
Ann? Hilang? Hey tanggal berapa ini?
Sepertinya bukan april mop.
“Mungkin dia ke kantor atau
pergi bareng temannya. Dia kan sudah bukan anak kecil lagi,” jawab ku dengan
setengah tidak yakin. Ketakutan tiba-tiba datang tanpa bisa ku halau.
“Tidak
mungkin. Tadi pagi Ann pamit pergi ke kantor dan seharusnya jam segini dia
sudah pulang. Saya sudah telpon ke kantornya tapi ternyata kata teman-teman
kantornya ia tidak masuk kantor dari pagi.”
“Mungkin
jalan dengan teman lamanya?”
“Saya
sudah telpon kesemua temannya dan tak ada satu pun yang hari ini melihat dia.
Dan… dan… yang saya takutkan Ann berbuat sesuatu yang bisa mencelakakan dirinya
sendiri…”
“Tunggu dulu… Apa alasan Ann
melakukan itu? Itu tak mungkin,”
“Itu
mungkin saja. Karena… karena sekarang Ann sedang mengalami masa sulit. Hiks,”
suara ayah Ann yang mulai bergetar menambah ketakutan ku.
“Masa
sulit? Maksudnya apa?”
“Memangnya
kamu tidak tahu? Kalau Ann gagal menikah kemarin? Pacarnya memutuskannya secara
sepihak. Dan saya takut hal ini membuat Ann nekat,”
DUKK!!
Aku
jatuh terduduk mendengar berita itu. Telepon itu pun ikut jatuh dari genggaman
ku. Kepala ku serasa kosong.
Apa? Ann gagal menikah? Dan dia… menghilang?
“Halo,
halo…. Daigo?” suara ayahnya Ann membuyarkan lamunan ku.
“
Iya,pak. Saya akan mencoba membantu mencari Ann,”
“Terima
kasih ya Daigo,”
Selesai
telpon itu ditutup, secepat kilat aku berlari keluar. Ku hiraukan teman-teman
kerja ku yang heran dan bertanya mau kemana aku. Yang terpenting adalah
sekarang aku pergi ke stasiun terdekat. Dan tanpa tahu tujuan, aku pergi pantai
okoyama. aku tak tahu mengapa, tetapi feeling ku berkata Ann ada disana.
Aku
menaiki taksi kosong yang dapat kutemui pertama kali.
“Mau
kemana kita pak?” Tanya supir taksi itu.
“Pantai okayama!”
Diperjalanan,
hatiku tak tenang. Aku takut sesuatu yang buruk telah terjadi. Yah, aku tahu
kalau aku seharusnya tidak bernegative thinking. Tapi tetap saja, walau Ann
terlihat kuat diluar tetapi sebenarnya hatinya lemah. Jadi bisa saja Ann melakukan
hal yang bisa mencelakakan dirinya sendiri. Dan, itu terbukti……..
Sesampainya
disana, aku melihat mimpi buruk, sangat amat buruk. Aku melihat tubuh Ann
tergeletak di pinggir pantai. Aku pun segera menghampirinya, diikuti sang supir
taksi. Saat kudekati Ann, aku lihat dia tergeletak basah kuyup dan pergelangan
tangannya berlumuran darah. Aku terdiam shock tak bergerak.
“Uh…
UWAAAH!! “ Teriak sang supir saat melihat Ann berlumuran darah.
“Hei,
nak!! Ngapain kamu?! Cepat bantu!” suruh sang supir taksi membuyarkan lamunan
ku.
“Ah…
Baik,” jawabku sambil membantu membawa Ann kedalam mobil. Aku pun masih tidak
sadar apa yang telah terjadi. Sepertinya hanya tubuh ku yang bergerak memapah
Ann tapi tidak dengan jiwaku.
“Lebih
ke atas! Lukanya!! Harus diletakkan lebih atas dari jauntung!!” suruh pak supir
kepadaku yang sedang memegangi pergelangan tangan Ann. Aku pun refleks
melakukan apa yang disuruh sang supir ditengah-tengah ke tidaksadaran ku.
“Yak,
benar! Tunggu ya, aku ngebut!” sang supir menambah kelajuan mobilnya.
Aku
hanya bias terdiam memandangi Ann yang makin lama makin lemah. Aku bingung apa
yang sebenarnya terjadi. Aku masih berandai-andai sosok yang aku peluk adalah Ann yang sedang
tertidur lelap dipelukanku.
Sesampainya
di rumah sakit, aku langsung membawa dia ke UGD. Dengan linglung aku
mengabarkan kepada keluarganya kalau Ann sedang berada di rumah sakit di Okayama.
Saat aku sedang berdiri termenung mencerna apa yang sebenarnya terjadi,
tiba-tiba neneknya Ann datang menghampiri ku dan berkata “Bagaimana Ann…!?”
“Maaf
bu, harap sabar. Keadaan pasien sangat kritis. Selain luka yang cukup dalam
mengenai nadi di pergelangan tangannya, paru-parunya terisi cairan akibat
pasien tenggelam di laut. Untung saja nak daigo membawa pasein cepat kesini.
Kalau saja telat semenit, mungkin nyawa pasien tidak akan selamat” ujar sang
suster.
Semua
shock mendengarnya, tak terkecuali aku. Saat melihat baju dan tanganku
berlumuran darah Ann, sedikit demi sedikit aku mulai mengadari apa yang telah
terjadi. Dengan sekuat tenaga aku pun pergi ke toilet untuk membersihkannya.
Tapi berulang kali kucuci pun, darah yang menempel rasanya tidak akan hilang
oleh air.
Tess… sebutir demi sebutir cairan bening
mengalir di pipiku. Semakin lama semakin deras tak tertahankan. Hiks hiks hiks. Aku pun jatuh tertunduk
mengingat kenyataan pahit ini. Ann?
Kritis? Tidak! Ini tidak mungkin terjadi! Ini pasti mimpi! Ayo daigo! Bangun!
Ku geleng-gelengkan kepala.
“TIDAK!
Ann kamu tidak boleh meninggal! Kamu harus hidup, Ann!” tangis ku bertambah
kencang. Saat tersadar, aku tidak tahu
berapa lama aku menangis. Dengan secepat kilat aku mencuci muka dan berlari ke
kamar Ann. Kakiku terasa lemas saat melihat keluarga Ann menangis di depar
kamar Ann. Dengan perlahan kudekati mereka. Chii-chan yang pertama kali
melihatku langsung memeluk ku erat.
Dengan
terbata-bata aku bertanya “A.. Ann. Ba… bagaimana? Dia baik-baik saja ka…n?”
yang dijawab dengan gelengan kepala oleh chii-chan.
“Daigo,
Ann… koma,” peryataan dari ayah Ann membuatku jatuh terduduk lagi. Pikiran ku
langsung terasa kosong. Lalu sang dokter memanggil kami semua datang
keruangannya.
“Saya
mohon kalian sabar dan membantu Ann. Seperti yang kalian tahu kalau Ann
mengalami koma. Dan kita tidak tahu kapan ia bangun atau yang terburuk ia
bisa…”
Sebelum
dokter menyelesaikan pembicaraannya, dengan sisa-sisa kekuatan aku membentak “Bisa
apa?! MATI??! Dokter gimana sih?! Kau kan dokter! Pasti dokter bisa
menyembuhkan Ann!!”
“Nak
daigo, kami dokter bukanlah Tuhan. Apalagi kondisi Ann yang cukup parah.
Nadinya hampir terputus! Dan yang lebih parahnya paru-paru Ann yang terisi air
yang membuat ia kesulitan bernafas. Apalagi kemauan Ann untuk bertahan hidup
sangatlah kurang. Yang membuat ia koma karena ia tak punya kemauan untuk berjuang.”
Jelas sang dokter yang membuat kami shock.
“Ja… jadi kita harus bagaimana
dok?” tanyaku.
“Kita
hanya bisa berdoa dan memberi semangat agar Ann mau berusaha untuk bangun dari
komanya. Kalau ia terus koma, kami takut Ann tidak bisa bertahan mengingat
kondisi paru-parunya yang sangat lemah dan tubuhnya yang semakin lama semakin
kekurangan cairan karena tubuhnya menolak apa yang mau masuk ke tubuhnya,”
setelah keluar dari ruang dokter, kami pergi menuju kamar Ann. Sosok Ann saat
itu membuatku diam terpaku. Ku lihat ia diam tak bergerak dengan wajah pucat
pasi dan alat bantu pernapasan yang amat besar. Tak tahu sudah berapa lama aku
berdiri diambang pintu, tiba-tiba chii-chan menarik ku mendekati Ann.
Tanpa
sadar, tangan ku membelai lembut wajahnya. Kenangan-kenangan indah ku bersama
Ann seketika itu bermunculan seperti klise foto yang begitu jelas tetapi amat
menyakitkan. Aku amat sangat rindu saat aku menyentuh wajahnya, memeluk
tubuhnya dan menggandeng tangannya.
No comments:
Post a Comment
No Flame Please \(^.^)/