Politik dan ekonomi merupakan dua studi yang memiliki keterkaitan erat, studi
ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain. Suatu negara akan
memiliki kondisi ekonomi yang kokoh jika memiliki kondisi politik yang stabil,
terlebih lagi jika negara tersebut menganut sistem ekonomi terbuka. Kepercayaan
dan ekspektasi para investor asing akan kondisi politik suatu negara sangat
berpengaruh pada keinginan mereka dalam menanamkan modal di negara tersebut.
Investor tidak akan menanamkan modalnya di negara yang memiliki resiko politik
yang cukup besar karena akan menyebabkan hilangnya keyakinan pada mata uang negara
tersebut sehingga menyebabkan kerugian bagi para investor asing.
Di era sekarang
ini, pergerakan modal maupun jasa semakin lancar terlebih lagi dengan semakin
pesatnya kemajuan teknologi. Banyak negara yang mulai menganut sistem
liberalisasi dimana pergerakan jasa dan modal maupun harga diserahkan kepada
mekanisme pasar. Hal ini akan memberatkan negara-negara berkembang dan miskin
karena kurangnya efesiensi modal maupun jasa di negara-negara tersebut terlebih
lagi dengan teknologi yang kurang memadai. Efisiensi modal dapat dilihat dari
seberapa besar investasi yang ada di Negara tersebut, baik investasi langsung
maupun tidak langsung. Foreign Direct
Investment (FDI) merupakan investasi langsung yang berasal dari luar
negeri, biasanya dalam bentuk pembentukan suatu perusahaan asing di suatu
Negara.
Kini, banyak
sekali kesepakatan-kesepakatan dan komunitas-komunitas antar negara yang
dirancang untuk kepentingan negara masing-masing. ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu komunitas yang
menaungi negara-negara di Asia Tenggara yang terbentuk karena kesadaran akan
pesatnya perkembangan perdagangan intra dan ekstra ASEAN sehingga tumbuh
kesadaran untuk menjaga sentralisasi ASEAN dalam peta dunia yang semakin
mengarah pada regionalisasi. Terdapat dua pilar yang mengkokohkan AEC. Pertama,
pilar yang berasal dari pembangunan sumberdaya manusia dimana strateginya
terfokus pada pasar tunggal dan produksi dasar juga persaingan ekonomi antar
wilayah. Kedua, pilar yang berasal dari penelitian dan pembangunan dimana
strateginya terfokus pada pembangunan ekonomi yang adil dan integrasi untuk
mencapai ekonomi global.
Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki potensi yang sangat besar bagi iklim bisnis.
Banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia
karena sumber daya alam yang melimpah dan stabilnya kondisi politik di
Indonesia. Salah satunya yaitu dengan adanya Foreign Direct Investment (FDI)
yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Terlebih
lagi jika didukung oleh kondisi politik Indonesia yang stabil dan memiliki potensi pasar yang besar bukannya tidak mungkin Indonesia
akan menjadi negara yang maju. Tetapi dengan semakin terbukanya pasar
dunia akan membuat pergerakan FDI semakin cepat dan tidak terkontrol sehingga
jika FDI yang masuk ke Indonesia tidak bisa dikelola dengan matang, bukannya tidak mungkin
adanya pertumbuhan FDI yang tersebut tidak lagi menjadi faktor utama
pembangunan ekonomi Indonesia. Dalam manajemen FDI membutuhkan sumber
daya manusia yang kompeten. Sayangnya, kualitas sumber
daya manusia masyarakat Indonesia dinilai masih belum mampu menduduki kalangan eksekutif tersebut, sehingga
menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia hanya menduduki kelas
buruh. Adapun hal ini yang menjadi sangat ironis bagi indonesia yaitu karena Indonesia baru hanya bisa sebagai pasar bisnis internasional saja.
Pasca reformasi
ini, kondisi perekonomian dan politik di Indonesia mulai membaik dengan
ditunjukannya stabilitas resilent terhadap
external shock. Hal tersebut dapat
dilihat dari sejumlah variable makroekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi,
inflasi, cadangan devisa, dan iklim bisnis yang pergerakannya menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2013, terjadi ketidakstabilan politik akibat pasca
pemilihan umum (Pemilu) yang terjadi di Malaysia karena terdapat isu kecurangan
jika pemerintah membiayai pendukungnya untuk mendatangi beberepa daerah
strategis saat dilaksanakannya Pemilu. Sehingga, hal ini berimbas pada
pergerakan FDI di ASEAN. Hal ini terjadi karena ekspektasi negatif para
investor terhadap proses pembentukan AEC yang akan dilaksanakan pada akhir
tahun 2015 mendatang. Ketidakstabilan politik di salah satu negara anggota AEC
akan mempengaruhi stabilitas ekonomi, politik, serta sosial-budaya di negara-negara
yang tergabung dalam AEC. Tetapi menurut World Bank, pada tahun 2009 hingga
2014, terjadi peningkatan rasio FDI terhadap GDP, yaitu dari 0.91% menuju 2.9%.
Hal ini menunjukkan jika Indonesia mampu meningkatkan FDI disaat terjadinya
krisis politik di ASEAN.
Stabilnya
kondisi politik dan ekonomi di Indonesia membuat Indonesia memiliki harapan
yang cukup besar dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Pertama,
market access. Menurut WDI (2015) pada tahun 2001 menuju 2012 terjadi
peningkatan rasio market value terhadap
GDP dari 14% menuju 45%. Besarnya peningkatan market value ini
mengindikasikan jika Indonesia memiliki market access yang potensial
dimata dunia. Terlebih lagi dengan adanya sumber daya alam (SDA) yang melimpah
membuat Indonesia menjadi sasaran pihak asing yang ingin menguasai SDA
Indonesia. Jika pemerintah tidak hati-hati dalam mem-filter FDI yang ada
di Indonesia, maka akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Oleh karena itu,
sangat diperlukan pengawasan khusus pemerintah untuk mengawasi pergerakan FDI
yang masuk ke Indonesia sehingga pengelolaan FDI bisa secara efesien dan
efektif digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dam pembangunan ekonomi
Indonesia.
Kedua, kebijakan nasional. Untuk
menghadapi AEC 2015 diperlukan kebijakan-kebijakan nasional yang mendukung
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya dari segi perbaikan infrastruktur, baik
dari segi pembangkitan listrik maupun perbaikan jalan terutama di daerah-daerah
tertinggal tetapi memiliki potensi SDA/SDM yang melimpah. Dengan adanya
perbaikan infrastruktur akan membuat distribusi barang dan jasa menjadi lebih lancar
sehingga dapat meminimalisir biaya produksi. Hal tersebut akan menimbulkan
minat para investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk perusahaan asing
sehingga masyarakat lokal pun dapat bekerja dan pengangguran akan berkurang.
Ketiga,
prosedur birokrasi. Prosedur birokrasi dengan syarat-syarat yang cukup sulit
dan panjang membuat investor ragu untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Selain
itu, diperlukan transparansi di dalam prosedur birokrasi sehingga dapat
tersaring investor-investor yang berkompeten untuk pembangunan Indonesia. Oleh
karena itu, pemerintah harus membuat prosedur birokrasi yang transparan dan
ketat tetapi dengan syarat-syarat yang mudah dan tidak terlalu panjang sehingga
meningkatkan minat para investor untuk berinvestasi di Indonesia, terutama
dalam bentuk FDI karena para investor akan mendapatkan kemudahan dalam
berinvestasi.
Keempat,
komposisi direktur dan manajemen. Di Indonesia, posisi-posisi central di suatu perusahaan baik asing
maupun lokal diduduki oleh pekerja-pekerja dari asing dan juga komposisi
pemberian upah bagi warga negara asing dengan warga negara Indonesia berbeda
walaupun dengan jabatan yang sama. Hal ini mengindikasikan terdapat
ketidakadilan bagi masyarakat Indonesia dan membuat FDI bukan menjadi sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu, persiapan untuk
menghadapi AEC 2015 dari segi SDM, Indonesia sangatlah kurang dari segi
kualitas SDM. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia membuat para investor
asing maupun local tidak percaya dengan kinerja mereka. Sekarang ini, wajib
belajar 9 tahun sudah tidak relevan jika diterapkan mengingat semakin terbukanya suatu negara,
maka tuntuan pendidikan pun semakin tinggi. Kini diperlukan wajib belajar 12
tahun untuk dapat bersaing dengan para tenaga kerja asing. Spesialisasi
pendidikan dirasa perlu agar tenaga kerja Indonesia dapat memiliki keahlian, khusus dibidangnya masing-masing juga
manajemen yang baik. Perbaikan kualitas dan kuantitas pendidikan akan membuat
Indonesia siap menghadapi AEC 2015.
Kelima,
kematangan kondisi politik. Kondisi politik suatu negara sangat mempengaruhi
pergerakan investor suatu negara. Kestabilan politik Indonesia akan meningkatkan kepercayaan investor atas
kondisi perekonomian Indonesia sehingga menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Melalui doing business database yang disusun oleh World Bank (World Bank, 2015), terlihat rangking kemudahan bisnis di Indonesia.
Doing Business mengevaluasi 10 aspek
lingkungan bisnis: (i) aspek starting a
business Indonesia berada di peringkat 20 di asia pasifik, (ii) dealing with construction permits Indonesia
berada di peringkat 23, (iii) getting
electricity Indonesia berada di peringkat16, (iv) registering property di peringkat 17, (v) getting credit Indonesia berada di peringkat 11, (vi) protecting minority investors Indonesia
berada di peringkat 7, (vii) paying taxes
Indonesia berada di peringkat 24, (viii) trading
across borders Indonesia berada di peringkat 7, (ix) enforcing contracts Indonesia berada di peringkat 21, dan (x) resolving insolvency Indonesia berada di
peringkat 8. Jika dilihat ranking kemudahan bisnis Indonesia di region Asia pasifik yang terbilang cukup
unggul, maka Indonesia memiliki bargaining
position yang cukup kuat dalam menghadapi AEC 2015.
Akhir kata penulis
berharap Indonesia mampu mengelola keterbukaan indonesia terhadap FDI untuk
memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu dengan
cara adanya pembangunan infrastruktur, transparansi birokrasi, dan kondisi
sosial, ekonomi, dan politik yang kondusif Indonesia mampu meningkatkan minat para
investor untuk berinvestasi di Indonesia. Juga didukung oleh kualitas sumber
daya manusia masyarakat Indonesia yang kompetitif dan unggul. Bukanlah suatu
hal yang tidak mungkin Indonesia akan menjadi negara yang makmur, sejahtera,
dan siap dalam menghadapi ASEAN Economy Community (AEC) 2015.
No comments:
Post a Comment
No Flame Please \(^.^)/