Normal POV
Satu
hari.
Dua
hari.
Tiga
hari.
Seorang
pemuda duduk membelakangi pintu kamar rumah sakit, ia hanya diam tak bergerak
dan tampak sayu memegangi tangan sesosok wanita cantik yang sayangnya tertutupi
oleh wajahnya yang seputih kapas. Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka, muncullah
seorang laki-laki tua yang tak kalah sayu dengan laki-laki yang duduk disamping
tubuh anak gadisnya.
“Nak
Daigo, sebaiknya anda pulang saja. Sudah tiga hari kamu menemani Ann tanpa
pulang sekalipun,” ujar laki-laki tua itu yang ternyata ayahnya Ann.
“…”
“Nak
Daigo,” ujar ayahnya Ann seraya berjalan mendekati Daigo lalu menepuk pelan
pundaknya.
“Saya…
saya ingin disini saja. Menunggu Ann sadar,”
“Tidak,
saya tidak mengijinkannya! Kamu sudah tiga hari disini tanpa tidur, mandi, dan
hanya makan seadanya. Saya yakin ketika Ann sadar, ia akan sedih melihat
keadaan kamu yang begini,”
“Tapi
bagaimana kalau Ann sadar?”
“Tenang
saja, saya pasti akan mengabari nak Daigo kalau Ann sudah sadar. Jadi sebaiknya
kamu pulang lah dulu. Orang tua mu pasti mencemaskan mu,”
Setelah
itu Daigo pergi untuk pulang. Tak lupa ia memberikan ucapan terima kasih kepada
ayahnya Ann.
Daigo POV
Setelah
keluar dari kamar Ann, aku langsung pergi keluar rumah sakit untuk mencari
taksi. Cepat-cepat aku menaiki taksi yang ku lihat pertama kali.
Aku tak boleh membuang-buang waktu!
Sesampainya
di rumah, aku langsung pergi mandi. Setelah selesai mandi, aku berniat langsung
pergi ke rumah sakt lagi. Tapi niat ku terhalangi oleh ibu ku.
“Mau
kemana kamu? Baru juga pulang,” ujar ibuku heran.
“Mau
ke rumah sakit, bu,” jawab ku sambil melangkahkan kaki ku menuju pintu keluar.
Tapi ibuku langsung menahan ku.
“Tidak,
ibu tidak mengijinkan kamu pergi ke rumah sakit sekarang. Kamu pulang pasti
karena disuruh keluarga Ann untuk pulang dan beristirahan kan? Ibu yakin disana
kamu tidak tidur dan makan dengan teratur. Pokoknya sekarang kamu makan dulu
lalu tidur sebentar,”
“Tapi
bu…”
“Tidak
ada tapi tapian! Ibu tau kamu mengkuatirkan Ann, sama ibu juga, tapi caranya tidak
begini nak. Bukan dengan menyakiti diri kamu sendiri. Ann pasti sedih kalau
tahu kamu begini,”
Dengan
lunglai aku pergi ke ruang makan untuk makan. Dengan perasaan tak bernafsu, aku
menyentuh makanan ku, yang biasanya menurutku makanan ibuku adalah yang terenak
tapi tidak untuk sekarang. Menurut ku tak ada rasanya. Hambar. Cepat-cepat aku
menghabiskan makanan ku lalu pergi ke kamar tidurku. Mencoba untuk tidur.
“Haaaah,
kenapa jadi begini sih. Kalau tahu kejadiannya begini, aku tak akan
meninggalkan Ann,”
Aku
pun mencoba memejamkan mata ku. Mencoba untuk tidur. Ternyata mungkin karena
sudah tiga hari menunggui Ann dan tidak tidur sama sekali. Mataku dengan
gampangnya terpejam dan langsung terbawa ke alam mimpi.
“Daigoooo…
Hihihi… Halooo,” ujar sosok itu yang sedang berlari-lari mendekati ku.
Siapa itu? Pikir ku
Setelah
sosok itu semakin dekat, barulah aku sadar sapa dia. Seketika itu jantung ku
berdebar-debar lebih keras serasa ingin copot, mataku membulat sempurna, dan
pita suara ku terasa putus.
ANN! Teriak ku tak percaya dalam hati
“Hai
daigo, apa kabar?” Tanya nya dengan
wajah tak berdosa.
“Ann,
benar ini kamu? Kamu tak akan meninggalkan ku kan?” Tanya ku seraya memegang
lembut pipinya lalu ku peluk erat-erat agar dia tak akan pergi kemana-mana
lagi.
TESS! Rintik air mata membasahi pipiku,.
“Daigo,
maaf, aku harus pergi. Aku kesini hanya ingin pamit,” ujar Ann sambil melepas
pelukan ku. Lalu tanpa ku sadari ia mulai mundur.
“Hahaha
Ann please jangan bercanda. Ini semua bohongkan? Kamu tak akan pergi kemana-mana
kan?! “ aku berlari mengejar Ann yang akan pergi.
“Maaf
Daigo, sekali lagi maaf. Aku tak bisa bertahan lagi lebih dari ini. Aku
mencintai mu selalu dan selamanya,” lalu sosok Ann menghilang dari hadapan ku.
“Aku
juga mencintai mu Ann! Baka! Dimana kau?! Cepat kembali!!! Argggghhh!” teriak
ku frustasi. Aku berlari-lari disekitar tempat itu mencari Ann. Tapi
nihil. Aku tertunduk menangis merutuki
betapa bodohnya aku.
Kriiiing
kriiiing
Suara itu membuat ku tersadar dari mimpi ku. Aku langsung bangun
dari tidur ku. Peluh membanjiri seluruh tubuh ku.
Hoh ternyata itu hanya
mimpi. Sungutku dalam hati.
Kriiiing kriiiing
Suara
itu lagi memecah lamunanku. Kulirik meja disamping ku. Ternyata hape ku yang
berbunyi. Segera aku mengambil hape ku. Disana tertera nomer ayahnya Ann.
Tiba-tiba perasaan ku menjadi tak enak. Segera saja ku angkat.
“Ha…
Halo?” saat kuangkat telepon itu.
“Halo
Daigo? Ini ayah Ann. Daigo, saya punya kabar buruk. Ann… ann kembali kritis!”
PRAAAK! HPku meluncur mulus dari
jemariku jatuh ke lantai.
Segera
aku pergi menuju rumah sakit menaiki taksi. Aku tak percaya semua ini terjadi.
Apakah mimpi ku tadi itu sebuah pertanda?
Apakah Ann benar-benar akan meninggalkan ku?
Sepanjang
perjalanan tubuhku menggigil ketakutan. Pikiran kalau Ann akan meninggal kan ku
selalu bertambah kuat seiring dengan taksi ku yang semakin mendekati rumah
sakit dimana Ann dirawat. Sesampainya dirumah sakit, aku langsung berlari
menuju kamar Ann.
Kulihat
disana Ayah, nenek, kakek, ibu tiri Ann juga chii-chan menangis disana.
DEG!
Perasaan
ku semakin tak enak melihat itu semua. Tanpa kusadari kaki ku melangkah menuju
mereka
“Ann…
ann.. gimana keadaan Ann?” tanyaku dengan bibir yang gemetar menahan tangis.
“…”
tak ada seorang pun yang menjawab. Hati ku bertambah kesal.
“GIMANA
ANN?!!! DIA TAK APA-APA KAN??!! JAWAB AKU!!!” teriak ku frustasi kepada meeka
semua.
“Daigo,
saya tahu ini berat. Tapi keadaan Ann sangatlah kritis. Kemungkinan selamat
sangatlah kecil. Kita harus mencoba mengikhlaskan Ann, nak Daigo,” Akhirnya
ayahnya Ann yang menjawab.
TESSS!!!
Sebutir cairan bening lagi-lagi mengalir di pipi ku. Padahal aku sangat jarang
menitikkan air mata.
Bohong? Ini bohong kan?! Ayolah kenapa
mereka tak berteriak “April mop, selamat ya kau tertipu daigo” padahal aku
sudah menangis begini.
Dan
sadar lah aku kalau mereka tak berbohong.
Dua
jam.
Itulah
lama kami menunggu ketidakpastian.
BRAAAK! Pinti ruang ICU itu akhirnya
terbuka dan keluarlah sang dokter.
“Dokter,
gimana keadaan Ann??!!!” Tanya ku tak sabar.
“Saya
harap kalian semua harus kuat mendengar berita ini. Maaf sekali, kami sudah
berusaha semampu kami, tapi Tuhan lah yang menentukan. Kami tidak bisa
menyelamatkan nyawa Ann. Maaf sekali lagi,” kata dokter itu lalu melenggang
pergi.
TIDAK! Ini bohong kan? Ann? Meninggal? Tak mungkin!
“Hahaha.
Ayolah kenapa kalian semua menangis? Dokter itu tentu saja bohong. Tak mungkin
Ann meninggal,” ujar aku sambil tertawa miris.
Chii-chan
lah yang menyadarkan ku dengan menghampiriku dan memelukku.
“Kak
Daigo,sadar kak. Kak Ann… Kak Ann sudah tidak ad…” Chii-chan belum sempat
menyelesaikan kata-katanya karena aku langsung berteriak.
“TIDAAAAK!!!
TIDAK MUNGKIIIN!!!” Teriakku seraya menutup kuping. Air mata ku yang menetes bertambah
deras.
“ANN!
ANN!!!! BANGUN! KUOHON BANGUUUN!!!” Aku langsung berlari ketempat Ann berada.